Pantaskah Teroris Meminta Maaf?
Setelah bungkam selama 2 tahun sejak terjadinya peledakan bom pada Boston Marathon 2013, akhirnya Dzhokhar Tsarnaev angkat bicara. Dzhokar yang telah dijatuhi hukuman mati, mengakui bahwa dia bersama kakaknya, Tamerlan meledakkan bom di dekat garis finish pada salah satu marathon terbesar di Amerika itu. Peledakan bom ini menewaskan 3 orang korban, salah satunya anak berusia 8 tahun; dan mengakibatkan 260 orang terluka.
Selama persidangan dua tahun ini tidak pernah dia bicara secara personal. Publik lama menunggu-nunggu penjelasannya. Publik ingin tahu kenapa dia melakukan hal keji tersebut dan terlebih penting, mereka ingin mendengar bahwa ia menyesal telah melakukannya.
Berikut pernyataan Dzhokhar kemarin dalam persidangan.
Saya ingin memulai dengan mengucapkan atas nama Allah, yang maha tinggi dan agung, maha pemurah dan pengampun, “Allah” adalah nama yang paling mulia. Setiap tindakan yang tidak didahului dengan menyebut nama Allah, akan jauh dari kebaikan.
Bulan mulia Ramadhan adalah bulan pengampunan oleh Allah terhadap makhluknya, bulan untuk memanjatkan syukur kepada Allah. Bulan untuk melakukan perdamaian (reconciliation), bulan penuh kesabaran, bulan di mana hati berubah. Bulan yang penuh berkah.
Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda bila kamu belum berterimakasih kepada sesamamu, maka kamu belum berterimakasih kepada Tuhanmu. Maka dengan ini ijinkan saya berterima kasih kepada pengacara saya, yang duduk di meja ini, di belakang saya dan banyak lagi yang bekerja di belakang layar. Mereka telah berbuat banyak untuk saya, untuk keluarga saya. Mereka membuat hidup saya selama dua tahun ini sangat ringan. Saya mensyukuri kebersamaan mereka. Mereka adalah pendamping yang baik. Terima kasih.
Saya ingin berterima kasih kepada mereka yang meluangkan waktu untuk bersaksi untuk saya meskipun dibawah tekanan yang berat. Saya ucapkan terima kasih kepada para juri atas jasa mereka, dan sidang ini. Nabi Muhammad SAW bersabda bila kamu tidak – bila kamu tidak mengasihi makhluk Allah, maka Allah tidak akan mengasihimu. Saya ingin memohon maaf kepada para korban dan kerabat mereka.
Setelah terjadinya pengeboman, dimana saya bersalah — bila selama ini ada keraguan tentang kesalahan saya, maka mulai sekarang hapuslah semua keraguan itu. Saya melakukannya, bersama dengan kakak saya. Segera setelah terjadinya pengeboman, saya mulai mengenal korban-korban yang jatuh. Saya tahu nama, wajah dan umur mereka. Dan sepanjang perjalanan sidang kasus ini, semakin banyak nama, wajah yang muncul ke permukaan dan kesemuanya menyiratkan jiwa yang terbebani.
Sekarang, untuk semua yang telah berdiri di mimbar saksi, saya mendengar Anda – semua penderitaan dan kesusahan yang sampai sekarang masih kalian hadapi dengan kekuatan, kesabaran dan harga diri. Allah berfirman dalam Qur’an bahwa tidak akan seseorang dibebani lebih dari apa yang kuat ditanggungnya. Anda semua telah berbagi tentang bagaimana beratnya cobaan yang telah saya bebankan terhadap Anda semua. Saya paham bahwa masih banyak yang ingin Anda sampaikan kepada saya dan masih banyak orang yang ingin menyampaikan penderitaan mereka, namun saya telah mengambil kesempatan itu.
Sekarang, saya mohon maaf atas semua nyawa yang telah saya ambil, atas semua penderitaan yang telah saya bebankan pada Anda, untuk semua kerusakan yang telah saya lakukan. Kerusakan yang tidak mungkin diperbaiki kembali.
Saya seorang Muslim. Agama saya Islam. Tuhan yang saya sembah, yang mana tidak ada Tuhan selain Dia, adalah Allah. Saya berdoa kepada Allah untuk mengampuni seluruh dosa para korban yang meninggal, semua yang terkena ledakan bom dan keluarga mereka. Allah berfirman dalam Qur’an bahwa dibalik setiap kesusahan akan ada kemudahan. Saya berdoa agar kemudahan ini datang pada Anda, untuk kepulihan Anda, untuk kesehatan dan kekuatan Anda.
Saya mohon kepada Allah untuk mengampuni saya, kakak saya dan keluarga saya. Saya memohon kepada Allah untuk mengampuni semua yang ada di sidang ini. Dan Allah maha mengetahui mana diantara kita yang pantas menerima ampunan-Nya. Saya juga mohon kepada Allah untuk mengampuni umat nabi Muhammad SAW. Amin. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Terima kasih.
Pernyataan di atas adalah pernyataan yang ditunggu-tunggu. Sudah dua tahun ini semua menunggu pernyataan dari si “iblis pengebom”. Tapi setelah pernyataan tersebut muncul, lihatlah reaksi media-media mainstream di sini, sini dan sini. Ada kemiripan dalam nada pemberitaan/ analisa pernyataan tersebut. Kesemuanya berasumsi bahwa Dzhokhar tidak tulus meminta maaf. Ada beberapa situs lain yang sampai mengkritisi bahwa dia hanya berpura-pura.
Yang dilakukan Dzhokhar dan kakaknya, sudah jelas sangat tidak manusiawi. Dan hukuman sudah berat sudah dijatuhkan untuknya. Tapi yang membuat saya heran adalah bagaimana jurnalis/ pengamat bisa dengan yakin mengatakan bahwa seseorang tidak tulus, apalagi dengan tanpa keraguan mengetahui bagaimana hubungan Dzhokhar dengan Tuhan-Nya. Unbelievable.
Kalaupun mau mengkritisi pernyataan tersebut, maka menurut saya salah satunya adalah kenapa dalam pernyataan Dzhokhar tidak dijelaskan alasan dia melakukan pengeboman. Apakah motifnya murni agama, ataukah politis, ekonomi, atau yang lain? Karena kita semua punya asumsi masing-masing, dan menurut saya justru ini poin penting yang ingin saya dengar langsung dari si pelaku, bukan dari analis, pengamat atau jurnalis. Why did he do it?
Bahwa dia sudah meminta maaf, maka bola itu sudah dilemparkan ke si penerima maaf. Korban, keluarga dan kerabat. Sekarang terserah mereka, mau diapakan permintaan maaf tersebut. Diterima, ditolak, dihina. Secara moral, saat seseorang sudah meminta maaf maka selesai. Untuk kesalahan sefatal ini, hukum kita tidak mengijinkan pelaku untuk membuktikan bahwa dia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. No second chances. Di Amerika sendiri masih terjadi perdebatan apakah hukuman mati ini layak atau tidak. Tentu sebagai negara yang getol mengkampanyekan Hak Asasi Manusia, setiap manusia mempunyai hak hidup, hak memperbaiki diri (rehabilitasi); dan akan banyak protes dan appeal dari berbagai grup terkait.
Tapi kembali ke permintaan maaf Dzhokhar kemarin. Domain (ranah) manusia adalah sebatas apa yang tampak dan bisa kita pahami. Tulus atau tidaknya sebuah ucapan dan perbuatan, lalu apakah permintaan maafnya akan diampuni atau tidak… itu domain Tuhan.