Berwisata di Persia (Bagian 3 – Shiraz)
All men and women are to each other
the limbs of a single body, each of us drawn
from life’s shimmering essence, God’s perfect pearl;
and when this life we share wounds one of us,
all share the hurt as if it were our own.
You, who will not feel another’s pain,
you forfeit the right to be called human.(from “Gulistan” by Saadi)
Kota ketiga yang kami kunjungi, Shiraz, juga pernah menjadi ibukota pada dinasti Zand dan Safavid. Kota ini terasa lebih sibuk. Tata kotanya pun jauh berbeda dengan Isfahan dan Tehran. Shiraz memiliki banyak taman dan adalah pusat kebudayaan dari dinasti Persia, sejak masa jauh sebelum Islam masuk ke Persia.
Hari pertama di Shiraz, kami mengunjungi Masjid Nasirol Molk atau yang lebih dikenal dengan Pink Mosque, karena warna keramik eksterior masjid didominasi warna merah muda. Masjidnya sebenarnya tidak terlalu besar, tetapi khas Iran, halamannya dilengkapi dengan kolam air, dan jendelanya bermozaik warna warni, sehingga refleksi matahari memantulkan cahaya warna-warni yang indah jika dilihat dari dalam masjid. Paling baik didatangi pada pagi hari sebelum jam 08:30 pagi pada saat sinar matahari banyak masuk melalui jendela kaca masjid. Berbeda dengan kedua masjid di Isfahan yang kami kunjungi, yang sudah tidak dipakai lagi untuk ibadah; Nasirol Molk ini masih dipakai untuk beribadah.
Di Shiraz, raja Karim Khan yang terkenal dengan kebijaksanaan dan kebaikhatiannya, membangun sebuah benteng. Benteng ini disebut Benteng Karim Khan; megah dengan pintu besar; di dalamnya banyak ruangan-ruangan yang dulu dipakai untuk administrasi dan juga tempat tinggal. Berjalan sedikit dari Benteng Karim Khan, saya mengunjungi Vakil Bath, yaitu tempat pemandian umum jaman dahulu, yang kini diabadikan melalui diorama. Dulu warga Iran suka mengunjungi pemandian umum untuk melepas penat. Selain mandi, di tempat ini juga disediakan tempat pijat, cukur rambut dan berbagai jasa male grooming lainnya. Tentu saat ini sudah tidak ada lagi. Di samping Vakil Bath terdapat Vakil Bazar, tapi pasar ini lebih ke pasar domestic yang menjual kebutuhan sehari-hari.
Sekitar 70 kilometer dari Shiraz, kami menuju ke Persepolis. Persepolis sendiri adalah istilah Yunani yang berarti “Kota orang Persia”. Kota ini eksis pada abad ke-500 sebelum Masehi, merupakan pusat kerajaan dinasti Achaemenid. Kota ini sangat megah dan banyak kerajaan sekitar yang pada akhirnya menginduk ke Persepolis untuk mendapatkan perlindungannya. Persepolis terkenal memiliki “the Immortal soldiers” – pasukan perang berjumlaah 10.000 orang yang konon tidak pernah berkurang. Meskipun setelah perang banyak korban yang mati, selalu ada yang menggantikannya. Iskandar Agung (Alexander the Great) yang pada akhirnya berhasil mengalahkan pasukan ini dan membumihanguskan Persepolis. Semua struktur bangunan yang terbuat dari kayu sudah hilang tanpa bekas. Yang tersisa hanyalah pilar-pilar batu. Reruntuhan Persepolis menunjukkan kebesaran dinasti Achaemenid pada jamannya dan kemegahan arsitekturnya yang membuat dunia kagum. UNESCO mendeklarasikan Persepolis sebagai World Heritage Site sejak 1979.
Persepolis sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu Great Stairs, Gate of All Nations, Istana Apadana, Hundred Columns Palace, dan beberapa makam kerajaan di bagian belakang. Gate Stairs dan Gate of All Nations adalah tempat kerajaan berinteraksi dengan penduduk atau tamu kerajaan. Dari kejauhan terlihat pilar-pilar batu yang besar dengan relief berbentuk kuda. Bila ingin bepergian ke Persepolis, bawa saja perlengkapan pribadi seperlunya, karena tidak diperbolehkan membawa tas untuk masuk ke obyek wisata. Semua tas dan perlengkapan lain harus dititipkan di pintu masuk.
Tak jauh dari Persepolis sekitar 12 km, terdapat Necropolis Naqshe Rustam. Necropolis yang artinya “city of the dead”, merupakan kompleks makam raja. Ada empat makam di Necropolis yaitu makan Raja Darius I The Great, Darius II, Xerxes I dan Artaxerxes I. Ada makam ke lima tetapi belum selesai dibangun. Bentuk makam raja-raja Achaemenid tersebut unik, yaitu dengan membuat lubang di dinding tebing, kemudian tebing tersebut diukir seperti sebuah tampak depan bangunan istana lengkap dengan pilar-pilarnya. Necropolis ini ditemukan oleh dinasti Sasanid kerajaan Persia. Mereka lalu membuat pahatan raja berkuda beserta pasukannya di bagian bawah makam, yang ingin menunjukkan bahwa dinasti Sasanid lah penemu makam ini dan mereka juga kuat dan besar seperti dinasti Achaemenid.
Setelah berpanas-panas di Persepolis, saya melakukan change of scenery dari tempat tandus menuju ke taman-taman indah di kota Shiraz. Ada tiga tempat taman yang menjadi tujuan saya yaitu Eram Garden, Tomb of Hafez, dan Tomb of Saadi. Ke tiga tempat tersebut agak berjauhan letaknya, sehingga siap-siap naik taksi atau meneruskan dengan tur lokal. Ketiga tempat ini juga memerlukan tiket untuk masuk ke dalamnya alias tidak gratis.
Yang pertama, Eram Garden, taman terluas di Shiraz, sudah ada sejak abad ke 13. Banyak jenis bunga yang ditanam di sini, dan tampak terawat sekali, rekahan bunga mawarnya saja ada yg selebar bunga matahari. Di bagian tengah taman terdapat bangunan cantik, Qavam House, dan di depan Qavam House ada sebuah kolam air yang merupakan spot bagus untuk berfoto. Eram garden ini menjadi taman botani yang juga dipakai untuk melestarikan spesies flora di Iran.
Selanjutnya kami mengunjungi Tomb of Saadi dan Tomb of Hafez. Kedua taman ini dibuat untuk menghormati pujangga bernama Saadi dan Hafez. Keduanya adalah penulis puisi dan cerita. Hafez adalah pujangga Islam yang hafal Al Qur’an, oleh karena itulah ia dikenal dengan julukan Hafez. Makam kedua pujangga tersebut sangat indah dan dibangun dengan taman yang ditata cantik.
Puisi mereka masih dikenal dan diajarkan di bangku sekolah, dijual di berbagai toko buku di Iran. Puisi-puisi mereka tentang kehidupan dan kental dengan pengaruh ajaran Islam. Shiraz mengakhiri perjalanan saya di Iran. Saya pulang dengan berbagai kenangan indah akan keramahan penduduk di sana, dengan ilustrasi dan imajinasi kehidupan para Shah yang begitu mewah, dengan lezatnya es krim Faludeh Shirazi dan berbagai kebab yang masih terasa di lidah dan tentunya dengan senyum puas atas perjalanan yang begitu mengesankan.
Baca Juga:
Bagian 1 – Tehran
Bagian 2 – Isfahan