Krisis di Yunani: Beginilah Kalau Utang Tidak Terkendali
Yunani adalah salah satu negara tertua di dunia yang begitu kaya akan budaya dan cerita dewa-dewi kuno. Zeus, Poseidon, Hercules dan Perseus – siapa yang belum pernah mendengar nama mereka? Greek Empire kuno yang dipimpin Iskandar Agung (Alexander the Great) juga menaklukkan kerajaan-kerajaan besar di Persia, Mesir.
Namun jauh dari kegemerlapan dan kejayaan mereka di masa lampau, saat ini Yunani sedang terjerat permasalahan rumit dan berada di ambang kebangkrutan. Yunani mempunyai utang sebesar 400 milyar USD. Utang yang recananya akan diangsur selama 50 tahun ke depan, tapi sungguh, butuh intervensi dari dewa-dewi mereka untuk bisa melunasi utang sebanyak itu. Akhir bulan Juni (hari ini) Yunani harus membayar angsuran yang jatuh tempo kepada IMF sebesar 1,8 milyar USD. Untuk melakukan itu saja, Yunani tidak mampu.
Bagaimana Yunani bisa sampai pada kondisi ini?
Rasio utang Yunani terhadap Produk Domestic Bruto (PDB) mereka 177,1%. Sebagai perbandingan, rasio utang terhadap PDB beberapa negara lain [1]:
Indonesia 25,02%
Cina 22,4%
Iran 10,63%
Uni Eropa 91,9%
Inggris 82%
Yunani dirangkul masuk ke Uni Eropa pada tahun 2000. Dengan masuknya ke Uni Eropa, terbukalah akses pinjaman dana segar dari negara anggota yang lain, khususnya negara ekonomi kuat seperti Jerman dan Perancis. Pinjaman ini digunakan untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Yunani dengan cepat memanfaatkan peluang ini dan meminjam sebanyak-banyaknya. Pada waktu itu credit rating Yunani baik, sehingga dana pinjaman mengalir dari negara tetangga dengan suku bunga yang rendah. Saking banyaknya utang Yunani, pada periode 2001-2007 pertumbuhan utang Yunani melebihi rerata utang negara anggota Uni Eropa dari tahun ke tahun. Negara dan lembaga debitur tidak khawatir karena mereka percaya pada kinerja keuangan dan stabilitas ekonomi Yunani.
Saat terjadi krisis finansial tahun 2008, Yunani terpukul oleh krisis utang, mereka terancam tidak mampu membayar angsuran yang jatuh tempo. Uni Eropa mengeluarkan kaca pembesar mereka dan mulai meneliti kondisi ekonomi Yunani. Saat dilakukan investigasi pada tahun 2009, pemerintah Yunani telah terbukti melakukan fabrikasi data keuangan mereka selama bertahun-tahun, sejak sebelum mereka masuk ke Uni Eropa. Bahkan data fabrikan ini lah yang membuat mereka akhirnya bisa diterima untuk masuk ke Uni Eropa. Pada waktu itu, syarat untuk masuk ke Uni Eropa antara lain adalah utang negara yang tidak melebihi 60% GDP dan juga batas defisit anggaran tahunan sebesar 3%. Setelah data keuangan yang sebenarnya dibuka ke publik, terlihat bahwa rasio utang/PDB Yunani selalu berada di atas 60% dan defisit anggaran mereka jauh di atas 3%, bahkan pada tahun 2009 defisit anggaran mencapai 12%. Sebelum masuk ke Uni Eropa, ada banyak pos utang (militer, kesehatan) yang tidak mereka laporkan. Dengan bantuan Goldman Sachs, ada utang yang dibukukan sebagai investasi dalam bentuk derivatif/ instrumen turunan [2].
Credit rating Yunani terjun bebas pasca diberitakannya fabrikasi ini. Akhirnya sulit bagi Yunani untuk mendapatkan pinjaman; kalaupun dapat, peminjam/ investor meminta suku bunga yang tinggi kepada Yunani. Sejak itu, Yunani terus-menerus berada dalam ancaman bangkrut.
Uni Eropa pada waktu itu menyetujui paket “bail-out” untuk menyelamatkan Yunani dan keluar dari krisis mereka. Dana sebesar 320 milyar USD sudah disiapkan. 47% dari total dana tersebut berasal dari European Financial Stability Facility, organisasi yang dibentuk untuk membantu mengatasi krisis di negara-negara anggota Uni Eropa. 19% lagi berasal dari hutang pemerintah dari negara lain dalam Eurozone.12% lainnya dari investor swasta; lalu sisanya 22% dari European Central Bank (ECB) dan International Monetary Fund (IMF).
Lalu apa hasilnya? Ternyata Yunani tetap belum bisa keluar dari keterpurukan. Utang ini memaksa mereka untuk meningkatkan pajak, melakukan pengetatan anggaran. Akibatnya tingkat pengangguran meningkat ke kisaran 25%, hampir dua kali lipat tingkat pengangguran di seluruh Uni Eropa (untuk perbandingan; tingkat pengangguran di Indonesia saat ini berada pada 5.8%) [1].
Industri pariwisata, kegiatan ekspor mereka lesu. Mereka perlu uang lebih banyak, tapi Jerman dan Perancis sudah tidak mau lagi membantu kecuali ada komitmen dari Yunani untuk terus melakukan pengetatan anggaran. Minggu yang lalu, perwakilan pemerintah Yunani mengatakan “tidak” atas syarat-syarat ketat yang diajukan oleh IMF/ECB. Mereka lantas akan melakukan referendum pada tanggal 5-Juli untuk menentukan apakah mereka akan tetap menjadi anggota Uni Eropa dan menerima syarat-syarat atau sekalian keluar dari Uni Eropa.
Apa Untungnya Bila Yunani Memilih Keluar dari Uni Eropa?
Yunani pada mulanya begitu ngebet ingin masuk ke Uni Eropa, sampai mereka repot-repot melakukan falsifikasi data segala. Lalu kenapa sekarang mereka memilih keluar?
Politisi di Yunani (sama seperti politisi di negara lain) mempunyai satu ketakutan. Ketakutan yang paling utama adalah mereka tidak dipilih lagi pada Pemilu berikutnya. Kehilangan kekuasaan, itu ketakutan terbesar setiap politisi. Politisi yang selama ini berkuasa terpilih karena mereka telah menjanjikan berbagai hal; dan janji tersebut harus ditepati karena bila tidak, mereka tidak akan terpilih lagi. Lagipula, pengetatan lebih lanjut akan membuat Yunani semakin terpuruk; pengangguran akan bertambah dan pembangunan akan lebih melambat.
Yunani memiliki berbagai kebijakan yang luar biasa abnormal, karena meskipun pendapatan negara mereka rendah, gaji buruh pada waktu itu tinggi, gaji pegawai negeri hingga dana pensiun mereka tinggi. Pegawai di Yunani bisa memilih untuk pensiun pada usia muda. Bahkan 75% dari mereka melakukan pensiun dini. Berikut datanya [3]:
8% pegawai pensiun pada usia 26-50 tahun.
24% pegawai pensiun pada usia 51-55 tahun.
43% pegawai pensiun pada usia 56-61.
Baru sisanya sebesar 25% pensiun pada usia >61 tahun.
Masih banyak lagi tunjangan, subsidi yang diberikan kepada rakyat Yunani yang kesemuanya membebani neraca dan jelas tidak sustainable. Ini yang ingin dipertahankan oleh para politisi. Nah, bagaimana caranya supaya mereka tetap bisa mempertahankan semua itu tanpa mengecewakan pendukungnya. Jawabannya keluar dari Uni Eropa. Dengan keluar dari Uni Eropa, yang pusing adalah investor luar negeri yang sudah memberikan utang. Yunani akan bangkrut dan tidak bisa membayar dalam Euro lagi. Bila keluar dari Uni Eropa, Yunani akan kembali ke mata uang asli mereka, yaitu Drachma. Drachma mungkin akan mempunyai nilai yang sangat rendah; tapi dengan keluar dari Uni Eropa, Yunani bisa mencetak uang mereka sendiri dan mengatur kebijakan moneter sendiri. Selama mereka masih berada di Uni Eropa, mereka tidak boleh mencetak uang sendiri.
Lalu apakah selesai problemnya? Tidak. Karena meskipun mereka bisa mencetak uang sendiri, tetap saja ini merupakan solusi abal-abal. Berbagai manfaat pensiun, tunjangan yang tadinya dalam Euro, sekarang akan diganti dalam Drachma yang buying power nya lebih rendah dari Euro. Tapi setidaknya rakyat akan bisa dikibuli sejenak; IMF dan ECB yang dijadikan kambing hitam dan politisi akan terus berjuang memberikan uang dengan cara mencetak uang sendiri. Peduli amat apa pendapat IMF, ECB atau negara debitur yang lain; toh mereka tidak bisa voting di Pemilu Yunani.
Mungkinkah Indonesia seperti Yunani?
Mungkin. Disini pentingnya kontrol masyarakat atas kebijakan pemerintah. Utang luar negeri yang berlebihan akan membuat perekonomian negara rapuh. Pemerintah harus bisa menjaga komitmen pelunasan utang, agar credit rating tidak turun. Demikian juga dengan berbagai kebijakan fiskal (subsidi, pajak, upah minimum dlsb), meskipun kadang berbagai subsidi ini terasa meringankan masyarakat harus kita pertimbangkan juga dampak jangka panjangnya. Pemerintah jangan memulai atau meneruskan sebuah kebijakan yang tidak sustainable, kebijakan yang kita sebenarnya tidak mampu untuk membiayai. Sekolah gratis, kesehatan gratis, semua terdengar begitu indah. Tapi dari mana dananya? Kalaupun ada, dari mana dan mampu bertahan berapa lama?
Beberapa minggu ke depan mari kita lihat apa yang terjadi pada Yunani. Sepertinya negara-negara Uni Eropa juga tidak akan membiarkan Yunani untuk keluar dari Uni Eropa begitu saja. Selain karena dana yang terlanjur digelontorkan sudah begitu besar, keluarnya Yunani juga akan menimbulkan masalah-masalah baru seperti imigrasi (penduduk yang akan keluar dari Yunani untuk bekerja di negara lain), dan juga kemungkinan keluarnya anggota-anggota lain yang juga di ambang kebangkrutan seperti Portugal dan Spanyol.
Sumber:
1. Trading Economics
2. Goldman Sachs in masking Greece’s Debt
3. Greece’s early retirement
4. Bloomberg: Greece’s June 29th weekend chart
5. Greece’s debts in 60 seconds